Promosi Doktoral Ka. Balitbang KemenKominfo

Kepala BPPKI Yogyakarta dan Seluruh Karyawan BPPKI Yogyakarta,

Mengucapkan Selamat kepada

Bapak Dr.Ir.Cahyana Ahmadjayadi, MH

(Kepala Balitbang Kemen. Kominfo)

atas Promosi Doktoral-nya dengan Predikat Cumlaude dalam sidang terbuka di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung,

dengan mempertahankan DISERTASI:

Legal Aspect On Government, E-Procurement to Establish Good Governance.

Semoga Bapak Cahyana dapat memberi inspirasi kepada para Peneliti dan Staf lain di Balitbang Kemen. Kominfo untuk mengikuti jejak langkah Bapak.

————————————————-

Berikut adalah naskah pidato yang disampaikan dalam sidang terbuka, yang di-repost dari http://www.balitbang.depkominfo.go.id.

ASPEK HUKUM PENGADAAN BARANG/ JASA

DI INSTANSI PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK

(E-PROCUREMENT) UNTUK MEWUJUDKAN

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Oleh

CAHYANA AHMADJAYADI

Sidang Terbuka Pengukuran Promovendus Doktor Fakultas Pasca Sarjana

Universitas Padjajaran, Bandung, 12 Juli 2010

Assalamualaikum Wr. Wb.Salam sejahtera bagi kita semua

Sidang yang saya hormati dan muliakan

Ketua Sidang dan Tim Promotor serta Seluruh Penguji yang saya hormati

Para undangan dan hadirin yang berbahagia.

Dihaturkan terima kasih untuk kesempatan yang diberikan oleh Ketua Tim Promotor untuk saya dapat menyampaikan presentasi dari hasil penelitian dan disertasi saya dengan judul:

“Aspek Hukum Pengadaan Barang/ Jasa Di Instansi Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement) Untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

Penulisan disertasi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan yang sangat mendalam pada kondisi kenegaraan dan kebangsaan. Mengutip sebuah pesan dari negarawan besar abad 6 Masehi Umar Bin Khatab yang mengatakan bahwa

Sebuah negara bangsa yang besar akan mampu bangkit dan jaya berkembang jika sebuah negara bangsa dipimpin oleh pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya dan pemimpin yang kenyang paling akhir setelah seluruh rakyatnya terpenuhi kebutuhan pangannya.

(Umar Ibnu Khattab, Madinatul Munawwaroh, 6 Masehi )

Pelajaran besar dari Negara Madinah pasca Rasulullah ini yang menjadi inspirasi keseluruhan penulisan disertasi ini. Mampukah inspirasi suci yang menjadi semangat kebangkitan seluruh bangsa-bangsa di muka bumi ini kemudian menjadi inspirasi bangsa Indonesia saat ini ? Jika tokoh yang hidup lebih dari 1500 tahun yang lalu mampu mewujudkannya, maka kita generasi yang datang setelah itu pasti akan mampu, jika kita mau belajar dan bertekad hati dengan sungguh-sungguh merealisasikannya.

Untuk bisa mewujudkan inspirasi besar di atas, kami memulai penelitian dari upaya menemukan inti dari aktivitas kenegaraan. Selain pemerintah dan rakyat sebagaimana yang disitir di atas, inti negara adalah pada proses operasionalisasi sebuah pemerintahan. Inti operasionalisasi inilah yang mampu membuat rakyat mencapai kesejahteraannya, membuat sang pemimpin kenyang paling akhir. Dalam tafsir modern, inti kegiatan negara ternyata ada pada proses pencukupan kebutuhannya dalam pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi pengelola negara.

Pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi pemerintahan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan kenegaraan. Melalui kegiatan ini berbagai kebutuhan kenegaraan dicukupi. Pembangunan nasional bagi kesejahteraan rakyat dapat dicukupi dengan baik setelah berbagai sarana/pra sarana pemerintahan dalam menjalankan negara tercukupi. Pembangunan sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, perumahan rakyat, dan berbagai sarana/pra sarana lain dicukupi melalui kegiatan pengadaan barang/jasa ini. Dibutuhkan proses pengaturan yang baik agar kegiatan ini berhasil dijalankan dengan baik. Proses yang sama juga dilakukan di seluruh negara yang pernah ada di muka bumi sampai saat ini.

Besarnya dimensi dan aktivitas sebuah negara membutuhkan proses pengadaan barang/jasa yang jauh lebih teratur dan didukung oleh banyak lembaga/organisasi pemasok/penyedia barang/jasa. Akan tetapi dalam kenyataannya, pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi pemerintahan ini ternyata menghadapi berbagai kendala yang kompleks. Negara seringkali dirugikan dalam proses pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi pemerintahan ini.

Khusus di Indonesia, berbagai data yang ditemukan dalam disertasi ini menunjukkan betapa buruknya pengelolaan pengadaan barang/jasa di organisasi pemerintahan. Data KPK misalnya menunjukkan dari 59 kasus korupsi yang ditangani 33 diantaranya merupakan kasus yang berkenaan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ini berarti 55 % lebih merupakan kasus korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah[1]. Dari 240 triliun rupiah dana APBN yang dipergunakan untuk belanja barang dan belanja modal yang dilaksanakan melalui sistem dan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah.[2] Besarnya potensi penyelewengan pada sistem pengadaan barang nasional mencapai 60 trilyun rupiah sampai 100 trilyun rupiah lebih.

Rendahnya tata kelola pemerintahan[3] yang baik di Indonesia ini mendorong dilakukan berbagai usaha pembenahan aktivitas pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintahan[4]. Penerapan electronic procurement diharapkan dapat menjadi katalisator dalam proses perbaikan tata kelola pemerintahan. Sifat dan karakter elektronik yang meminimalisasi tatap muka dalam pengadaan barang/jasa diharapkan akan mampu mengurangi potensi munculnya KKN.

Data KPK menunjukan adanya fakta positif dalam implementasi e-procurement secara terbatas di beberapa lokasi pemerintahan sebagai berikut :

  1. Terjadinya efisiensi dalam penggunaan APBN. Penghematan anggaran pada proses pengadaan sebesar 23,5 %. Sementara pada HPS (Harga Penetapan Sendiri) didapatkan penghematan sebesar rata-rata 20 %.
  2. Proses pengadaan barang dan jasa lebih cepat dari cara konvensional. Cara konvensional membutuhkan waktu 36 hari, dengan menggunakan e-procurement bisa dilakukan dalam jangka waktu hanya 20 hari
  3. Persaingan yang sehat karena transparansi terjaga, akuntabilitas terjaga, tidak ada kontak fisik dengan penyelenggara lelang, fair, dan meningkatkan persaingan usaha yang sehat bagi para peserta pelelangan. [5]

Pilihan berfikir yuridis yang dipilih dalam penelitian ini bermuara dari teori tentang tujuan eksistensi sebuah negara, yaitu konsep mengenai negara hukum dan negara kesejahteraan (welfare state). Dalam konsep negara kesejahteraan peran negara menjadi dominan dalam setiap aspek kehidupan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan sosial[6]. Tujuan negara di dalam konsep Negara Kesejahteraan, adalah untuk kesejahteraan umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.[7] Muhamad Hatta[8] adalah salah satu pencetus realisasi Konsep Negara Kesejahteraan dalam UUD 1945 untuk pertama kalinya. Penggunaan teknologi informasi untuk aktivitas pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi pemerintah (e-procurement) dalam kerangka welfare state, dengan demikian juga harus memiliki unsur derivatif dengan upaya mencapai tingkat kesejahteraan rakyat sebagaimana yang dianut dalam teori welfare state di atas. Pilihan good governance sebagai sasaran yang harus terbangun setelah proses pembangunan e-procurement ke dalam sistem hukum nasional adalah sebuah upaya membedah buruknya praktik pengelolaan berbagai aktivitas pengadaan barang dan jasa.

E-procurement akan meningkatkan tingkat kejujuran pengelolaan aktivitas menjadi 100 persen penuh. Sistem yang dibangun berbasis karakter ”elektronik” tidak akan mampu berbohong. Sistem yang dibangun dengan karakter yang sama juga akan mendorong pengelola bekerja dengan konsisten dan berbasis standar kinerja yang terukur dengan baik. Sistem yang dibangun berbasis e-procurement ini juga akan membangun aspek perlindungan sekaligus aspek pencegahan, disamping aspek konsistensi, aspek efisiensi, dan aspek standar kinerja yang tinggi.

Yang menarik dalam disertasi ini adalah aspek hukum yang dibutuhkan  bersamaan dengan layanan e-procurement yang akan dibangun. Karena sifatnya yang baru, berbeda dengan pengadaan barang/jasa konvensional, e-procurement menjadi batu uji bagi penerapan berbagai prinsip hukum konvensional yang digunakan dalam aktivitas pengadaan barang/jasa.

Peranan sebuah kerangka sistem yang mampu mencukupi aspek strict liability atau absolut liability[9] dalam pembuktian hukum misalnya, menjadi aspek penting dalam e-procurement. Aspek strict liability atau absolut liability dalam kaidah hukum yang digunakan dalam e-procurement memberikan sebuah beban model pembuktian kepada operator teknologi yang digunakan dalam proses transaksional. Kondisi ini muncul karena ada ketidaksetaraan dalam penguasaan aspek teknologi antara user pengguna teknologi dan operator (pemilik teknologi). Hal ini menjadi kaidah dasar yang menjadi jawaban dari pemakaian model pendekatan based on fault (tanggung jawab berdasarkan kesalahan) yang dianut 1365 BW[10] dalam kasus pembebanan pembuktian hukum kepada user atau pemakai teknologi.

Dalam kondisi inilah posisi hukum (aspek legalitas) menjadi aspek dominan yang diharapkan mampu memberikan dorongan dan pengarahan aktivitas masyarakat dan juga bahkan kebijakan pemerintah seperti yang diungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja[11].

Hukum dalam posisi ini diharapkan akan menjadi berfungsi sebagai sarana untuk pembaharuan masyarakat[12]. Dalam kerangka pemahaman Mochtar Kusumaatmadja, model pengarahan hukum seperti inilah yang membuat hukum menjadi alat pengarah perkembangan masyarakat. Hukum menjadi unsur yang membentuk alur dinamika masyarakat.

Untuk memberikan landasan teoritis dalam memerankan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat serta membangun tatanan hukum nasional yang akan mampu menjalankan peranan tersebut, Mochtar Kusumaatmadja mengajukan konsepsi hukum yang tidak saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.

Mochtar Kusumaatmadja memandang tatanan hukum itu sebagai suatu sistem yang tersusun atas 3 (tiga) komponen (sub sistem) yaitu: Asas-asas dan kaidah hukum;Kelembagaan hukum; dan Proses perwujudan hukum.

Untuk menunjang disertasi ini, penelitian dilakukan di tiga lokasi yang menerapkan layanan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa.

  • Yang pertama di lingkungan Direktorat E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Republik Indonesia.
  • Lokasi penelitian yang kedua adalah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan
  • Lokasi yang ketiga adalah di lingkungan pemerintah Kota Surabaya.

Masing-masing lokasi menjadi sebuah model relatif dari pengadaan barang dan jasa dilingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.

Hasil utama penelitian dalam disertasi ini adalah ditemukannya sebuah formula penting dalam penyusunan sebuah sistem berbasis e-procurement. Dalam pengadaan barang/jasa dengan menggunakan e-procurement perlu diperhatikan dan dipenuhi adanya unsur kecukupan tata kelola yang baik dalam pengelolaan (good governance) dan juga tata kelola yang baik dalam pembangunan sisi teknisnya (IT Governance) serta kecukupan aspek pengelolaan e-procurement itu sendiri.

  • Unsur kecukupan tata kelola yang baik dalam pengelolaan (good governance) ini dilambangkan oleh delapan aspek dasar good governance yang menjadi inti dari penilaian aspek good governance dalam sebuah organisasi.
  • Unsur Tata kelola yang baik dari sisi teknis (IT Governance) mengadopsi berbagai standar pembangunan dan pengelolaan IT dari berbagai lembaga standarisasi IT Governance.
  • Sedangkan unsur dan aspek ketiga yang merupakan unsur kecukupan aspek pengelolaan e-procurement menggunakan pendekatan standar kecukupan yang digunakan di lingkungan negara-negara APEC.

Dengan memadukan ketiga aspek inilah sebuah regulasi e-procurement di Indonesia harus dibuat. Dengan merealisasikan ketiga unsur ini berbagai potensi kecurangan dan penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa akan dapat direduksi menjadi tingkat yang paling rendah.

Penelitian ini pada akhirnya memberikan kesimpulan penting yang pertama bahwa penerapan prinsip transaksi elektronik dalam pengadaan barang/jasa berupa layanan e-procurement memberikan masa depan pengelolaan aktivitas pengadaan barang/jasa yang terbuka dan transparan. Dalam implementasi dan pengembangannya pengadaan barang dan jasa elektronik (e-procurement) harus menggunakan berbagai sarana parameter pengembangan layanan agar tujuan pengadaan barang/jasa tersebut dapat tercapai.

Kesimpulan kedua :  Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan menggunakan sistem e-procurement memberikan parameter pelengkap dalam pengadaan barang dan jasa, sekaligus memberikan penerapan dasar moral dan etika yang terkontrol. Penggunaan perumusan yang menggambarkan hubungan kualitatif antara berbagai parameter good governance dapat memberikan gambaran yang lebih jelas berbagai kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan tingkat moralitas dan etika dalam pengadaan barang dan jasa. Perumusan hubungan fungsional kualitatif yang berhasil dirumuskan dalam disertasi ini memberikan kejelasan hubungan antara moral etika dan berbagai aspek dalam penegakan hukum dalam sebuah kerangka parameter good governance.

Kesimpulan ketiga : Pengadaan barang dan jasa berbasis e-procurement akan memberikan kepastian hukum dihubungan dengan asas good governance dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesejahteraan. Regulasi yang dibuat terkait dengan implementasi e-procurement bukan saja memberikan sebuah aspek kepastian hukum semata, akan tetapi memberikan sebuah tawaran yang lebih jauh pada upaya pembaharuan masyarakat (social engineering) dalam aspek penyelenggaraan negara. Negara Kesejahteraan yang memiliki pilar-pilar nilai good governance yang terimplementasikan dalam sistem hukum nasional untuk membawa perubahan pada dinamika penyelenggaraan negara, dan upaya pembangunan atau pencapaian masyarakat baru yang lebih baik.

Demikian penelitian disertasi yang telah kami lakukan. Harapan besar dari hasil disertasi ini adalah adanya sebuah petunjuk praktis yang dapat langsung diterapkan dalam pengembangan regulasi e-procurement yang nantinya dapat membantu terselenggaranya proses kenegaraan yang jauh lebih baik di masa yang akan datang.

Wabillahittaufiq wal hidaayah, wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh


[1] Adnan Topan Husodo, Roadmap Kpk 2007- 2011 Menuju Pemberantasan Korupsi Yang Lebih Efektif, Indonesia Corruption Watch, http//www.antikorupsi.org, Jakarta, 2008

[2]Ibid

[3] Syahruddin Rasul, Peranan Aparatur Dalam Pencegahan Korupsi,Op.Cit.

[4] Budi Agus Riswandi, Percepatan Implementasi GCG Dalam Pengelolaan BUMN: Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Badan Usaha Milik Negara, Jurnal Keadilan Vol. 4. No.1. Jakarta, 2005, hlm. 8.

[5] KPK, Laporan KPK Implemenatasi E-Procurement, Direktorat Penelitian Dan Pengembangan, Jakarta, 2007

[6] Mustamin Dg. Matutu¸ Selayang Pandang (Tentang) Perkembangan Tipe-Tipe Negara Modern,  Pidato Lustrum ke IV, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat,Universitas Hasanuddin,  Ujung Pandang, 1972, hlm.15.

[7] CST Kansil dan Christine ST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (1), Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 20.

[8] Jimly Asshiddiqie, Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.

[9] Saefullah,Tanggung Jawab Produsen Terhadap Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Produk Pada Era Pasar Bebas. di dalam Husni Syawali (Ed), Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.44

[10] R. Suberti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk WetBoek)cet 28, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, ps 1365

[11] Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat ,dan Pembinaan Hukum, Penerbit Bina Cipta,  cetakan kedua, Jakarta, 1986, Januari hlm 32.

[12] Merupakan adaptasi dan pengembangan dari teori law as a tool of social engineering yang diangkat oleh Roscoe Pound.

Leave a comment