Regulasi Era Digital yang Ramah pada TV Komunitas

TV Komunitas yang eksistensinya dijamin oleh UU No.32 Tahun 2002 merupakan wujud dari keberagaman kepemilikan (diversity of ownership) maupun keberagaman isi (diversity of content) di penyiaran. Penyiaran televisi swasta yang kepemilikannya terbatas dan cenderung sentralistik menutup banyak kesempatan publik untuk dapat mengakses informasi sesuai dengan kebutuhannya.

Celakanya, ketika pemilik industri penyiaran memiliki kepentingan politik dan menjadi tim sukses Calon Presiden maka stasiun penyiaran miliknya menjadi ajang kampanye. Begitu juga ketika pemilik tv sama-sama memiliki agenda memerebutkan kursi ketua partai, lagi-lagi publik menjadi korban pemberitaan yang tidak adil tetapi tidak dapat berbuat banyak. Dalam sistem penyiaran yang demikian, kehadiran tv komunitas sangat dibutuhkan sebagai alternatif.

Percikan pemikiran tersebut dikemukakan oleh Budi Hermanto dari Combine Resource Institution (CRI) dalam Fogus Group Discussion (FGD) bertajuk “Gagasan Penataan Regulasi Penyiaran TV Digital bagi TV Komunitas dan Lokal”. FGD diselenggarakan atas kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), Kamis, 3 Desember 2009 diikuti kalangan akademisi, praktisi penyiaran, LSM, dan lembaga pemerintah terkait.

Pelaku penyiaran Komunitas Grabag TV, Hartanto memerkuat argumen mengenai pentingnya kehadiran penyiaran komunitas. Lembaga penyiaran swasta yang padat modal dan hidupnya ditopang oleh iklan mengakibatkan timbulnya konsumerisme. Hal itu menuntut masyarakat harus kerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan berarti semakin terbatas pula waktu untuk istirahat dan sebagainya sehingga menurunkan tingkat kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena itu Hartanto berharap agar regulator lebih mengutamakan kepentingan publik. Dengan demikian, frekuensi sebagai ranah publik harus pula diutamakan untuk kepentingan publik.  Harapan senada dikemukakan oleh peserta lain, Teguh Afianto dari KPID dan Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Wisnumarta.

Meski dijamin oleh Undang-undang, tetapi menurut anggota KPID Ki Gunawan, eksistensi tv komunitas sebenarnya sekedar politis. SK Menhub No. 76 tidak memberi jatah kanal yang jelas bagi tv komunitas.”Jadi, tv komunitas itu antara ada dan tiada”, tegas Ki Gunawan. Oleh karena itu peserta FGD sependapat bahwa regulasi penyiaran tv digital harus menjamin keberadaan tv komunitas.

Isu lain yang mendapat perhatian dari peserta di forum itu, antara lain tentang alasan migrasi dari analog ke digital. Ketua KPID Rahmat Arifin mengemukakan alasan migrasi tersebut selain karena keniscayaan teknologi juga adanya pertimbangan efisiensi frekuensi. Jika dengan sistem analog jumlah kanal yang tersedia di Jogja sudah habis, maka dengan sistem digital akan tersedia banyak frekuensi. Namun, pemerintah perlu membuat indeks kemajuan ekonomi di setiap daerah untuk dasar penentuan jumlah tv yang akan dibuka sehingga tidak semua kanal dilepas.

Sementara itu narasumber dari Dinas Perhubungan dan Kominfo DIY, Martan Kiswoto mengharapkan  agar pemerintah merumuskan kebijakan yang baku terkait dengan rencana digitalisasi siaran tv. Tenggat waktu yang sudah dipatok untuk proses migrasi dari analog ke digital itu harus diinformasikan secara jelas kepada publik,  terutama kepada pelaku usaha. Pandangan senada disampaikan pelaku tv swasta lokal (RBTV) Wawan agar segera ada kepastian izin, standarisasi alat, dan sebagainya. Menurutnya masa transisi yang terlalu lama (2013-2018) tidak memberikan kepastian bagi dunia usaha. Wawan sependapat dengan Rahmat bahwa pemerintah perlu hati-hati melepas izin frekuensi dengan memertimbangkan potensi ekonomi suatu wilayah.

Acara yang diselenggarakan di Aula kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY Jalan Brigjen Katamso Yogyakarta itu dibuka oleh Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Difunsi Teknologi, Derry Pantjadarma, dimoderatori oleh Yohanes Subagyo dan diawali pemaparan arah penelitian oleh Ketua Tim Arwanto. (Laporan: Darmanto. Email: dmt_mpm@yahoo.co.id)

Comments
2 Responses to “Regulasi Era Digital yang Ramah pada TV Komunitas”
  1. suharsono says:

    Siluman arsitek teknologi dari Magelang bernama Suharsono yang akan mengeksekusi pemetaan televisi Nasional supaya adil merata dan seimbang seluruh Indonesia.

    Tanpa publikasi dan tanpa papan nama siapa bagaimana kapan mengapa dan bagaimana televisi kita kedepan nanti, dari sisi teknis teknologi yang tidak ada intervensi selama ini selalu dipraktekkan langsung menggunakan pihak ketiga sebagai pelakunya.

    Seperti yang terjadi tv swasta selama ini, lahir dari gagasan dan praktek tersembunyi yang tidak menggunakan papan nama. Untuk lebih jelasnya telp.087834703350 bahwa RCTI, SCTV, TVRI dan TVEdukasi diam – diam digunakan laboratorium alam oleh tukang tv tidak populer tersebut.

    Mengharap BPPT dan akademisi memahami, karena praktisi transmisi diIndonesia masih sangat langka dan belum ada perguruan tingginya.

Leave a comment